Tuban, 16 Oktober 2025 – Praktik tambang ilegal di wilayah Kabupaten Tuban, Jawa Timur, kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, seorang oknum anggota Polri berinisial B diduga kuat berperan sebagai koordinator tambang ilegal dan sekaligus pengumpul setoran (upeti) dari para pengusaha tambang ilegal yang beroperasi tanpa izin resmi.
Temuan ini pertama kali diungkap oleh Lembaga Investigasi Negara (LIN), yang telah melakukan pemantauan aktivitas tambang liar di wilayah Tuban sejak beberapa bulan terakhir. Menurut LIN, oknum B tidak hanya membiarkan aktivitas tambang ilegal berlangsung, tetapi juga aktif mengatur distribusi setoran dan menjamin “keamanan” bagi para pengusaha tambang ilegal tersebut.
“Kami memiliki bukti-bukti awal yang menunjukkan keterlibatan oknum tersebut dalam aktivitas tambang ilegal. Ini bukan hanya pembiaran, tapi keterlibatan aktif dalam sistem yang sudah terstruktur,” ungkap Ketua LIN, R. I Wiratmoko, dalam konferensi pers di Surabaya, Kamis (16/10).
Modus Operandi: Polisi Jadi ‘Koordinator Lapangan’
LIN menyebutkan bahwa tambang-tambang ilegal tersebut beroperasi tanpa memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP). Oknum B diduga menjadi perantara antara pengusaha tambang dan aparat di lapangan, agar kegiatan ilegal tersebut berjalan mulus tanpa gangguan dari penegak hukum maupun instansi terkait.
Setoran uang dari para pengusaha tambang diduga dikumpulkan secara rutin, dan didistribusikan ke sejumlah pihak sebagai bentuk “jaminan perlindungan.”
Berpotensi Dijerat Berbagai Pasal Pidana
Jika bukti-bukti yang dikantongi LIN terbukti dalam penyelidikan resmi, oknum B dapat dijerat dengan berbagai pasal pidana serius, antara lain:
1. Tindak Pidana Pertambangan Tanpa Izin
Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba:
“Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”
Sebagai koordinator, B dapat dikenakan Pasal 55 KUHP (turut serta atau menyuruh melakukan tindak pidana).
2. Tindak Pidana Korupsi (Suap atau Gratifikasi oleh Aparat Negara)
Pasal 12 huruf e UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
“Pegawai negeri yang memaksa memberikan sesuatu karena kekuasaan atau jabatannya, diancam pidana penjara 4 hingga 20 tahun dan denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar.”
Jika terbukti menerima atau meminta setoran dari pengusaha tambang, B bisa dijerat sebagai pelaku korupsi.
3. Penyalahgunaan Wewenang
Pasal 421 KUHP:
“Pegawai negeri yang menyalahgunakan kekuasaan untuk memaksa seseorang, diancam pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan.”
Desakan Pemeriksaan oleh Propam dan KPK
LIN mendesak agar Propam Polri segera turun tangan dan melakukan pemeriksaan mendalam terhadap oknum B. Jika ditemukan adanya indikasi kuat korupsi atau suap, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga diminta turun tangan, mengingat potensi kerugian negara dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari praktik tambang ilegal ini.
“Ini bukan lagi sekadar pelanggaran disiplin. Ini dugaan kejahatan serius yang melibatkan oknum berseragam. Penanganannya harus tegas, transparan, dan jangan ditutup-tutupi,” ujar Wiratmoko.
Respons Kepolisian Masih Minim
Hingga berita ini ditulis, Polda Jawa Timur belum memberikan tanggapan resmi terkait laporan dari Lembaga Investigasi Negara. Namun sumber internal menyebutkan bahwa Propam tengah menelusuri nama-nama yang disebutkan dalam laporan investigasi tersebut.
Sementara itu, sejumlah aktivis lingkungan di Tuban juga mengeluhkan maraknya kerusakan lingkungan akibat tambang ilegal, terutama di wilayah pesisir dan kawasan hutan rakyat yang mulai tergerus.
Penutup
Kasus ini menjadi ujian serius bagi komitmen reformasi internal Polri dan integritas penegakan hukum di sektor pertambangan. Jika terbukti, oknum B tidak hanya menghadapi ancaman pidana berat, tetapi juga pemecatan tidak hormat sesuai peraturan internal Polri.